Susah rasanya memilih mana destinasi terbaik kami selama di Peru. Namun ada 1 kota kecil yang cukup membuat kami sedikit rehat sejenak dan bersantai menikmati sore. Yakni Ollantaytambo.
Bahkan Yudi pun me request untuk kembali ke kota ini hanya untuk duduk bersantai menikmati matahari terakhir sebelum kami kembali ke tanah air keesokan harinya.
Kurang lebih 90km dari kota Cusco, kota ini berhawa sejuk, geliat pejalan dan penduduk lokal yang tertata namun tidak penuh sesak, walau kota ini merupakan kota wisata yang selalu dikunjungi pejalan sebelum ke Machu Pichu.
Di masa pendudukan Spanyol di Peru, kota ini menjadi markas pemberontak bangsa Inka Manco Inca untuk melawan serbuan pasukan negeri matador pimpinan Hernando Pizarro. Dikelilingi perbukitan termasuk bukit Urubamba, kota ini merupakan benteng bagi suku Inka, teras, tempat pemujaan dan juga tempat penyimpanan logistik, yang dimana ditempatkan diatas bukit. Masih tertata rapi situs peninggalan bangsa Inka di atas bukit yakni, Situs arkeologi Pinkuylluna yang diapit sungai Patakancha & Willkanuta. Dengan presisi bangunannya yang mengagumkan.
Tata kota tua ini pun juga menarik, dimana lapangan/taman kota/alun-alun tepat berada di tengah, dikelilingi bangunan pemukiman dan tempat berjalan kaki yang terbuat dari bebatuan yang masih awet hingga kini.
Kami menghabiskan malam di sini sembari menikmati cuaca sejuk dan ketenangan kotanya. “Saya suka disini, santai, adem, mengingatkan saya akan kampung halaman di Sumatera Barat, bang!” Ujar Yudi selepas menghabiskan santapan makan malam bebek panggang & teh daun coca. “Kita bersyukur Yud, sebab sejauh kaki kita melangkah, aroma tanah air terus ada di hati kita.” Tutup saya sembari menyeruput kopi hitam.
Satu yang menarik perhatian kami selama di Old Town Ollantaytambo, ialah ketika menyusuri blok demi blok bangunan perumahan yang kini sudah beralih fungsi menjadi hotel, cafe, restaurant atau galeri seni.
Kota tua Ollantaytambo ini menjadi salah satu kota peninggalan bangsa Inka di Peru yang masih menjaga keorisinilan konstruksi jalanan atau bangunannya. Boleh dikata disini adalah contoh nyata dari perencanaan tata kota urban yang efektif dan mengagumkan warisan karya bangsa Inka 600 tahun lalu.
Setiap bebatuan yang kita pijak maupun dinding yang kita lewati masih asli dan terawat, walau di beberapa bloknya pernah mengalami restorasi di salah satu sudut dindingnya. Langkah demi langkah kami nikmati dengan syahdu penuh kagum.
Menyusuri di tiap bloknya seakan berada di lorong mesin waktu yang membawa kita kembali masa lampau era komando Manco Inca Yupanqui. Sebab tak hanya sekedar berinteraksi dengan batu saja, namun mereka menyimpan memori dan membawa kisah.
Begitupun barisan cafe dan galeri yang kami kunjungi, terdapat aneka kisah pejalan yang silih berganti menikmati kota tua ini dari masa ke masa. Hingga lamunan saya mengerucut, membayangkan bagaimana Hiram Bingham, Che Guevara, Michael Palin, sampai Reynaldo Arenas menikmati sorenya ketika singgah di kota kecil nan unik ini.